senja ku


senjaku yg berbeda 

Saat matahari setengah berhasrat turun ke peraduan, di remang langit, ia tinggalkan begitu banyak pesan, diantara rasa enggan dan sebuah keharusan.
Tuhan pasti punya alasan telah memisahkan siang dan malam di tapal batas senja, mungkin agar kita tidak tiba-tiba jatuh dalam kecewa karena telah kalah berseteru dengan waktu dan letih berselisih dengan hari dan agar sebagian kita tak lantas lekas berpuas diri.
Di batas masa yang hanya sepelangkah maut, Tuhan perintahkan kita untuk bersujud.
Ketika mata cahaya mulai meruyup, bunga-bunga dan dedaunan ikut menguncup dan naluri seolah memaksa semua makhluk takluk merunduk: bersimpuh pada duli Sang Penentu Waktu.
Temaram, seolah menyampaikan pesan kepada seisi alam: segala telatah dan tindak yang bergerak terasa laun berarak, seolah memelan, melamban.
Betapa bersahaja sebuah senja, begitu tenang dan agung. Ketika ia hadir, seisi alam jatuh dalam diam: hening, tanpa suara. Dan angin hanya berkabar lewat kisi-kisi jendela.
Tidak ada gejolak yang benar-benar menghentak di rembang senja, kecuali sebuah paradoks yang indah: dimana langit yang tenang temaram diterangi semburat warna api matahari yang enggan terbenam.
Aku selalu takjub dengan sifat mendua dari pengalaman ini, seolah menyaksikan sebuah pagelaran epik yang diam-diam berlangsung dalam gerakan lambat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

about sunflower

senja